Selasa, 23 Oktober 2012

Hukum (Islam) Menggunakan atau Menjual Kosmetik/Produk mengandung Merkuri


Bagi anda yang muslim, tentu menginginkan pahala dan menghindari dosa dalam kehidupan anda untuk meraih kehidupan syurga di akhirat. Bahkan jikapun bukan seorang muslim, setidaknya sebagai manusia tentu anda juga memiliki hati yang mungkin dari lubuk terdalam anda pasti tidak menginginkan untukk menyakiti atau melukai orang lain. Dalam agama manapun tidak dibenarkan melukai dan membahayakan orang lain bukan? Dalam sebuah tabloid saya menemukan pertanyaan menarik yang pasti juga muncul dalam benak muslim tentang hukum menggunakan kosmetik bermerkuri. 
Tanya :
Ustadz, apa hukumnya menggunakan kosmetik (misalnya krim pemutih wajah) yang mengandung merkuri?
Jawab :
Kosmetik didefinisikan sebagai bahan atau sediaan (preparat) yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut, yang bertujuan untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, memperbaiki bau badan, melindungi tubuh, dan menjaga tubuh pada kondisi baik. (ASEAN Cosmetic Directive; dikutip oleh Puziah Hashim, Alternative Ingredients for Halal Cosmetics, hlm. 2).

Kosmetik biasanya tersusun dari 3 (tiga) macam komposisi, yaitu : (1) bahan dasar (vehikulum), misalnya lemak, air, dan alkohol; (2) bahan aktif, misalnya vitamin, hormon, merkuri, tretinoin, hidrokinon; dan (3) bahan pelengkap, seperti pewangi. Merkuri tersebut dikenal juga sebagai air raksa atau hydrargyrum (Hg), yaitu satu-satunya logam yang berwujud cair dalam suhu kamar (250 C), tak berbau, berwarna keperakan, dan mengkilap. Dikenal 3 (tiga) bentuk merkuri; pertama, merkuri elemental (Hg), misalnya yang terdapat dalam termometer. Kedua, merkuri inorganik (Hg+ atau Hg++), misalnya yang terdapat dalam krim pemutih. Ketiga, merkuri organik, misalnya yang dijumpai sebagai kontaminan logam di lingkungan.

Merkuri yang terdapat dalam kosmetik krim pemutih terbukti menimbulkan efek-efek berikut : Pertama, timbulnya bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi. Kedua, menyebabkan kerusakan permanen pada susunan syaraf, ginjal, maupun otak. Ketiga, mengganggu perkembangan janin terutama bila digunakan dalam dosis tinggi. Keempat, dalam jangka pendek dosis pemakaian merkuri yang terlalu tinggi dapat menyebabkan muntah-muntah, diare dan kerusakan ginjal bahkan menyebabkan kanker pada manusia karena merkuri merupakan zat karsinogenik.

Maka dari itu, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MENKES/PER/V/1998 telah melarang penggunaan merkuri inorganik dalam krim pemutih. Demikian juga BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) melalui siaran pers BPOM No. KH.00.01.3352 tahun 2006, telah memperingatkan masyarakat akan adanya 27 merek kosmetik yang mengandung bahan yang dilarang, yaitu merkuri, hidrokinon di atas 2%, dan pewarna merah rhodamin B. Kosmetik tersebut antara lain Yen Lye YL II Day Cream, Arche Pearl Cream, Leeya Whitening Daily dan Night Use, krim Qubanyifushuang, dan lipstik merek Hengfang, dll.

Berdasarkan fakta (manath) tersebut, jelaslah bahwa menggunakan kosmetik berbahan merkuri hukumnya haram secara syar’i, karena terbukti telah menimbulkan bahaya (dharar) bagi kesehatan manusia. Jadi meskipun pada dasarnya menggunakan kosmetik bagi wanita itu boleh selama memenuhi syarat-syaratnya. Tapi hukumnya menjadi haram jika kosmetik yang dipakai menimbulkan bahaya (dharar). (Syuruq As Syams, Zinatul Mar`ah wa Maa Yata’allaqu bihaa min Ahkam, hlm.7; Abdullah bin Shalih Al Fauzan, Zinah Al Mar`ah Al Muslimah, hlm. 45; Ummu Sundus, Kaifiyah Al I’tina` bi Jamal Al Mar`ah Al Muslimah wa Ziinatiha, hlm. 45; Izdihar Mahmud Al Madani, Ahkam Tajmil An Nisaa` fi Al Syari’ah Al Islamiyah, hlm. 112; Adil Al Abdul Jabbar, Nisa`unaa wa Adawat At Tajmil, hlm. 26).

Dalil keharamannya adalah kaidah fiqih yang berbunyi : Al ashlu fi al madhaar at tahrim yakni hukum asal benda yang berbahaya [mudharat] adalah haram. (Taqiyuddin An Nabhani,Al Syakhshiyah Al Islamiyah, 3/457; Muhammad Shidqi bin Ahmad Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, 1/24). 

Kaidah tersebut berarti bahwa segala sesuatu materi (benda) yang berbahaya, sementara tidak terdapat nash syar’i tertentu yang melarang, memerintah, atau membolehkannya, maka hukumnya haram, sebab syariah Islam telah mengharamkan terjadinya bahaya. Dengan demikian, menggunakan kosmetik berbahan merkuri dapat diharamkan berdasarkan kaidah fiqih ini karena terbukti menimbulkan bahaya bagi penggunanya. Wallahu a’lam.
Ust.M.Shiddiq al Jawi (Tabloid Mediaumat edisi 80, April 2012)

Lalu bagaimana dengan hukum menjual Kosmetik/Produk yang mengandung Merkuri?
Sabda Rasulullah SAW : "Laa dharara wa laa dhirara" yang berarti :
"Tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri dan bahaya bagi orang lain" (HR Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, dan lain-lain) (An-Nawawi, 2001:214)
Bukankah itu berarti menimpakan bahaya pada diri sendiri saja berdosa apalagi menimpakan bahaya pada orang lain? Tentu sangat berdosa.

Kemudian ada yang berpendapat bahwa hukum asal merkuri adalah mubah. Jika semua perbuatan dikembalikan kepada hukum asal, kalau begitu berarti hukum menggunakan benda seperti narkoba, membunuh dengan pisau, minuman keras (mabuk) dan lain-lain jadi boleh dong? Nah kalo sudah begitu terus buat apa ada standar halal dan haram dalam islam?
Maka dari itu para ulama pun bersepakat dalam hal prinsip hukum Setiap Perbuatan/Benda Yang Mubah jika berbahaya atau membawa pada Bahaya, maka BENDA/PERBUATAN itu menjadi Haram.
Prinsip ini dalam teks Arabnya berbunyi : Kullu fardin min afrad al-amr al-mubah idzaa kaana dhaaran aw mu`addiyan ila dharar hurrima dzalika al-fardu wa zhalla al-amru mubahan. (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/451). 
Kaidah ini berarti, suatu masalah (berupa perbuatan atau benda) yang hukum asalnya mubah, jika ada kasus tertentu darinya yang berbahaya atau menimbulkan bahaya, maka diharamkan.

Kaidah itu didasarkan pada hadits-hadits (Abdullah, 1996:141). Antara lain, Rasul SAW pernah melarang para sahabat untuk meminum air dari sumber air di perkampungan kaum Tsamud (kaum Nabi Salih AS), karena air tersebut berbahaya. Padahal air hukum asalnya mubah (Lihat Sirah Ibnu Hisyam,IV/164). 

Merupakan prinsip dasar Islam, bahwa seorang muslim wajib mengikatkan perbuatannya dengan hukum syara’ sebagai konsekuensi keimanannya pada Islam. Sabda Rasulullah SAW :
"Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu, hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (Islam)." (HR. Al-Baghawi) (Haqqi, 2003:40).

Oleh karena itu, sudah seharusnya seorang muslim mengetahui halal-haramnya perbuatan yang dilakukannya, dan benda-benda yang digunakan juga yang dijualnya untuk menafkahi keluarganya.
Begitupun halnya hukum jual beli (Berniaga), hukum asalnya memang mubah, namun dilihat lagi hukum barang yang diperjual belikan. Ini berarti menjual benda yang mengandung merkuri hukumnya menjadi haram.
“(Ia) yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” [al A’raf : 157]

“Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi dan patung”. Kemudian Nabi mengatakan, “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai mereka menjadikan lemak bangkai sebagai minyak lantas menjualnya dan menikmati hasil penjualannya” [HR Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah].

Bagaimana jika penjual sudah menjelaskan produknya berbahaya namun pembeli tetap menginginkannya? Dan bukankah semua keputusan terserah konsumen? Penjual kan hanya menyediakan.
Keduanya sama-sama berdosa karena melakukan hal yang haram. Penjual yang menjualkan benda yang haram dan pembeli yang membeli dan menggunakan benda haram tersebut. Kesalahan fatal ada pada penjual. Kenapa ia menyediakan (Menjual)?

Sekalipun sudah menjelaskan pada konsumen bahwa barang tersebut mengandung merkuri, namun konsumen tetap saja memintanya, tidak mengubah hukum haram tersebut. Dan sungguh tak pantas dijadikan dalih untuk membolehkan menjualnya. Coba bayangkan, jika kita sudah menjelaskan tentang menggunakan pelacur untuk kepuasan pribadi (berzina) adalah berdosa dan allah membencinya, selain itu beresiko AIDS atau terkena penyakit kelamin. Namun tetap saja ada yang meminta disediakan pelacur pada kita. Apakah kita tetap saja akan menyediakannya???

Logikanya jika alasan keharaman suatu benda berubah karena pembeli yang meminta dan penjual boleh menjualnya karena permintaan pembeli, lantas untuk apa ada standar halal dan haram? Untuk apa ada hukum di setiap negara? Bukankah jika begitu maka setiap orang boleh menjual senjata, setiap orang boleh menjual narkotika, setiap orang boleh menjual racun, membunuh dll. Jika seperti itu lalu untuk apa ada peraturan? Untuk apa ada PENJARA? Untuk apa ada syurga dan neraka?  


Dan pada akhirnya, hisab memang menjadi tanggungan masing-masing. Penjual berdosa karena menyediakan/menjual dan pembeli berdosa karena membeli dan menggunakan meski tahu hal itu membahayakan dirinya. Tidak ada yang terlepas dari dosa dan hisab dari keduanya.
Terlebih Allah sudah berfirman :
"Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam hukumanNya." (QS. Al-Maidah : 2)

Itu berarti dalam hal ini, hendaknya setiap pedagang terutama muslim mengetahui seluk beluk produk yang dijualnya demi kebaikan dirinya dan orang-orang yang menggunakannya. Jika pun telah diketahui berbahaya maka sekali-kali janganlah menyediakannya dengan alasan apapun sesuai dengan surat Al-Maidah ayat 2.  Sebaiknya menjelaskan mudharat produk tersebut dan hukumnya dalam pandangan islam demi kebaikan dirinya. Jika tak peduli pada dosa setidaknya peduli lah pada tubuhmu sendiri. 


Bagi penjual, dengan berprinsip dan bersandar pada islam, tidak akan tergiur menjualnya dengan alasan menafkahi keluarga atau untuk sedekah sekalipun. Harta yang diperoleh dari sumber yang haram tentu harta tersebut menjadi haram. Sabda Rasulullah SAW :
“Siapa yang mendapatkan harta dengan suatu dosa (cara haram) lalu ia gunakan itu untuk menyambung silaturahmi atau ia sedekahkan atau ia infakkan di jalan Allah, ia lakukan itu semuanya, niscaya ia dicampakkan dengan sebab itu ke neraka Jahannam. ” (HR. Abu Daud dalam Al-Marasil).

“Tidaklah sekerat daging tumbuh dari harta yang haram, melainkan nerakalah tempat yang cocok untuknya. ” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)  

Dan Allah SWT telah memperingatkan :
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (An-Nisa’: 29)

Ibnu Abbas berkata bahwa Sa'ad bin Abi Waqash berkata kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh Allah." Apa jawaban Rasulullah SAW,
"Wahai Sa'ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya.Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya." (HR At-Thabrani) 


Pernahkah terpikir dalam benak kita, bahwa apa yang menimpa kita di dunia sesungguhnya adalah cara Allah menegur kita atas harta yang kita peroleh dengan jalan haram. Entah keresahan, kesulitan hidup yang tak kunjung usai, anak yang bermasalah, istri atau keluarga yang membangkang dan tidak bahagia, musibah yang tak berkesudahan, kesehatan yang memburuk dan membutuhkan biaya pengobatan besar. Semua itu tidak mustahil adalah teguran dari Allah atas harta haram kita, yang secara otomatis menjauhkan kita dari Allah karena tertolak semua amalan dan do'a kita. Tentu kita akan menyadarinya, jika kita selalu merenungi dan memuhasabahi diri dan selalu berusaha dekat denganNya.
 
Lantas, maukah kita sebagai seorang muslim memberikan nafkah pada keluarga dari harta yang haram kemudian menjadi api neraka bagi mereka di akhirat kelak? Dan di akhirat istri dan anak-anak kita menuntut dan menyalahkan kita? Maukah kita bersedekah dari harta yang haram namun Allah memandangnya sebagai alasan untuk kita mendiami nerakaNya? Dan maukah kita tertolak segala amalan dan do'a-do'a selama 40 hari dan seterusnya hingga bertaubat dari harta yang haram? Dan ingat kembali, Allah akan membalas kejahatan sekecil apapun di dunia ataupun di akhirat. 

Allah telah menetapkan jumlah batasan rizki yang akan kita peroleh, tapi Allah tidak pernah menetapkan darimana sumbernya. Kitalah yang menentukan sumber rizki tersebut. Maka merugilah siapa saja yang mendapatkan  jatah rizkinya dengan jalan haram. 

Referensi :






ads

Ditulis Oleh : Bahaya Merkuri Hari: 13.01 Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 

Total Pageviews